Pages

Monday 14 November 2011

When We (Mahasiswa Sistem Informasi ITS) Saw ALANGKAH LUCUNYA (NEGERI INI)


Hari Senin, 7 November 2011 kelas Ketrampilan Personal memberikan pembelajaran berupa menonton sebuah film. Film berjudul “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” tersebut memberi dampak sangat mencolok bagi mahasiswa kelas A yang sedang menonton saat itu.
Berawal dari kisah seorang pemuda  bernama Muluk (Reza Rahardian) yang adalah lulusan S1 dan sedang mencari pekerjaan. Dari awal cerita, menurut saya sendiri telah memberikan makna tersendiri. Memang hal tersebut adalah hal saat ini terjadi di masyarakat negeri ini. Dan dari situ telah tampak bahwa film tersebut syarat akan budaya dan kehidupan sosial, politik masyarakat Indonesia.
Dari aspek sosial sangat menunjukkan realita masyarakat Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan. Selain itu, dalam film karya Musfar Yasin tersebut dijelaskan juga bahwa lulusan mahasiswa S1 saja banyak yang menganggur dan mencari pekerjaan. Bahkan Nampak juga kehidupan yang terkesan malas untuk mencari pekerjaan. Sebenarnya hal tersebut juga menunjukkan sisi negatif dari masyarakat yang menganggur. Seperti yang ditampilkan oleh sosok Syamsul (Asrul Dahlan) yang adalah sarjana pendidikan namun lebih menyukai gaya hidupnya yang bermain kartu dengan pemuda di kampungnya. Juga sosok Pipit (Tika Bravani) yang hobinya mengikuti setiap kuis. Dari hal itu tampak bahwa banyak masyarakat Indonesia yang malas berusaha mencari pekerjaan.


Lalu diikuti dengan pertentangan antara berbuat kebaikan dan dosa. Bukankah dengan mengajarkan pada anak-anak pencopet untuk mulai berdagang dan tidak mencopet lagi adalah hal yang sangat mulia? Namun sejalan dengan itu, suatu tindakan dosa terselubung dalam tindakan baik. Muluk membohongi ayahnya, Makbul (Dedy Mizwar), kalau ia sudah mendapat pekerjaan. Padahal ia berkarya lewat pengajaran “pentingnya pendidikan” terhadap pencopet dengan meminta bagian sebesar 10% dari hasil copetan. Hal tersebut juga merupakan hal bertolak belakang dengan moral. Apalagi Muluk mengajak 2 temannya, Syamsul dan Pipit, untuk ikut ambil bagian dari karyanya. Suatu hal yang mustahil kebaikan berjalan dengan kekeliruan.
Namun dari penggalan kisah tersebut, suatu makna yang diberikan adalah bahwa kalau kita hidup, apapun keadaan kita, akan jauh lebih berguna bila kita bisa berguna bagi orang lain. Sungguh ironi melihat kenyataan bahwa koruptor sebagai pencopet terhormat memiliki nilai lebih baik di mata para aparat penegak hukum dan keadilan negara, ketimbang pencopet dan pedagang asongan yang katanya mengganggu kelancaran lalu lintas. Padahal seharusnya sama saja. Bedanya, kalau pencopet dan pedagang asongan mengganggu lalu lintas dan kenyamanan publik, sementara koruptor mengganggu lalu lintas perekonomian negara.
Sebenarnya cukup kritis meihat kenyataan tersebut. Pemerintah yang bersikap seolah pencopet-pencopet serta pedagang asongan (yang notabene mencari uang dengan cara yang halal) menempati satu poin lebih buruk di dunia politik ketimbang koruptor, bersikap seolah segalanya baik-baik saja. Film ini memberikan nilai tersendiri bahwa memang kehidupan politik dan sosial negara ini sedang terpuruk. Namun alangkah lebih indah bila kita mengisi keadaan ini dengan suatu hal yang berguna untuk orang lain.
Akhir cerita ini memang sengaja dibuat menggantung namun tetap berkesan. Pengorbanan seorang Muluk agar adik-adik pencopet yang telah mau bekerja sebagai pedagang asongan tidak tertangkap Satpol PP memberi nilai tambah tersndiri bahwa memang kita harus bisa berguna bagi orang lain.

Klik link ini untuk melihat movie trailer "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

No comments:

Post a Comment