Hari
Senin, 7 November 2011 kelas Ketrampilan Personal memberikan pembelajaran
berupa menonton sebuah film. Film berjudul “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” tersebut
memberi dampak sangat mencolok bagi mahasiswa kelas A yang sedang menonton saat
itu.
Berawal
dari kisah seorang pemuda bernama Muluk
(Reza Rahardian) yang adalah lulusan S1 dan sedang mencari pekerjaan. Dari awal
cerita, menurut saya sendiri telah memberikan makna tersendiri. Memang hal
tersebut adalah hal saat ini terjadi di masyarakat negeri ini. Dan dari situ
telah tampak bahwa film tersebut syarat akan budaya dan kehidupan sosial, politik
masyarakat Indonesia.
Dari
aspek sosial sangat menunjukkan realita masyarakat Indonesia yang hidup dalam
garis kemiskinan. Selain itu, dalam film karya Musfar Yasin tersebut dijelaskan
juga bahwa lulusan mahasiswa S1 saja banyak yang menganggur dan mencari
pekerjaan. Bahkan Nampak juga kehidupan yang terkesan malas untuk mencari
pekerjaan. Sebenarnya hal tersebut juga menunjukkan sisi negatif dari masyarakat
yang menganggur. Seperti yang ditampilkan oleh sosok Syamsul (Asrul Dahlan)
yang adalah sarjana pendidikan namun lebih menyukai gaya hidupnya yang bermain kartu
dengan pemuda di kampungnya. Juga sosok Pipit (Tika Bravani) yang hobinya
mengikuti setiap kuis. Dari hal itu tampak bahwa banyak masyarakat Indonesia
yang malas berusaha mencari pekerjaan.
Lalu
diikuti dengan pertentangan antara berbuat kebaikan dan dosa. Bukankah dengan
mengajarkan pada anak-anak pencopet untuk mulai berdagang dan tidak mencopet lagi
adalah hal yang sangat mulia? Namun sejalan dengan itu, suatu tindakan dosa
terselubung dalam tindakan baik. Muluk membohongi ayahnya, Makbul (Dedy Mizwar),
kalau ia sudah mendapat pekerjaan. Padahal ia berkarya lewat pengajaran “pentingnya
pendidikan” terhadap pencopet dengan meminta bagian sebesar 10% dari hasil copetan.
Hal tersebut juga merupakan hal bertolak belakang dengan moral. Apalagi Muluk
mengajak 2 temannya, Syamsul dan Pipit, untuk ikut ambil bagian dari karyanya.
Suatu hal yang mustahil kebaikan berjalan dengan kekeliruan.
Namun
dari penggalan kisah tersebut, suatu makna yang diberikan adalah bahwa kalau
kita hidup, apapun keadaan kita, akan jauh lebih berguna bila kita bisa berguna
bagi orang lain. Sungguh ironi melihat kenyataan bahwa koruptor sebagai
pencopet terhormat memiliki nilai lebih baik di mata para aparat penegak hukum
dan keadilan negara, ketimbang pencopet dan pedagang asongan yang katanya
mengganggu kelancaran lalu lintas. Padahal seharusnya sama saja. Bedanya, kalau
pencopet dan pedagang asongan mengganggu lalu lintas dan kenyamanan publik,
sementara koruptor mengganggu lalu lintas perekonomian negara.
Sebenarnya
cukup kritis meihat kenyataan tersebut. Pemerintah yang bersikap seolah
pencopet-pencopet serta pedagang asongan (yang notabene mencari uang dengan
cara yang halal) menempati satu poin lebih buruk di dunia politik ketimbang
koruptor, bersikap seolah segalanya baik-baik saja. Film ini memberikan nilai
tersendiri bahwa memang kehidupan politik dan sosial negara ini sedang
terpuruk. Namun alangkah lebih indah bila kita mengisi keadaan ini dengan suatu
hal yang berguna untuk orang lain.
Akhir
cerita ini memang sengaja dibuat menggantung namun tetap berkesan. Pengorbanan
seorang Muluk agar adik-adik pencopet yang telah mau bekerja sebagai pedagang
asongan tidak tertangkap Satpol PP memberi nilai tambah tersndiri bahwa memang
kita harus bisa berguna bagi orang lain.
Klik link ini untuk melihat movie trailer "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)
Klik link ini untuk melihat movie trailer "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)
No comments:
Post a Comment