Pages

Tuesday 20 December 2011

Pancasila Untuk Negeriku


Hai Pemenang!

Kita ini hidup dalam naungan sebuah negara kesatuan yang berlandaskan pancasila. Pancasila dibuat agar terciptanya kehidupan yang seimbang di negara Indonesia ini. Namun pada kenyataannya pancasila hanya sebagai syarat yang pada saat upacara bendera harus dibacakan. Tidak ada pendalaman lebih mengenai hal itu. Seakan-akan pancasila itu sekedar angin lalu.

Mulai dari sila pertama hingga kelima, semuanya bisa menjadi penyeimbang kehidupan antarmanusia. Namun pada kenyataannya tak demikian. Mulai sila ke-1, Ketuhanan Yang Maha Esa. Toleransi umat beragama saja masih belum seimbang. Di Indonesia ini terdiri berbagai agama. Yang diakui ada 6 agama. Tentunya perlu adanya toleransi bagi setiap pemeluk agama. Di beberapa daerah toleransi sudah dijalankan cukup tinggi. Namun masih saja ada di beberapa tempat yang kurang saling menghargai.

Pencerminan sila ke-2, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Hal ini menyangkut Hak Asasi Manusia yang dimiliki seseorang sejak ia terlahir di dunia ini. Bila sila ini diterapkan dengan baik maka penyimpangan terhadap hak asasi tersebut harusnya bisa terhindari. TKI misalnya. Seharusnya negara bisa menjamin kehidupan TKI di negeri orang. TKI telah memberi sumbangan besar bagi pendapatan devisa negara ini. Namun buktinya negara masih belum bisa menjamin keselamatan kerja para TKI di luar sana. Hukuman pancung, penyiksaan, hingga perlakuan tidak senonoh pun mereka alami. Rasanya asas kemanusiaan belum bisa tertanam bagi rakyat negeri ini.


Persatuan Indonesia sebagai sila ke-3 rasanya masih perlu dipertanyakan. Kembali lagi pada pengamalan sila sebelumnya. Kalau menghargai saja belum bisa bagaimana bisa ada persatuan? Suatu hal yang mustahil bila masyarakat bisa bersatu kalau masih ada pembedaan unsur SARA di dalam kehidupan ini. Padahal tolak ukur keberhasilan negeri ini terletak pada betapa kompaknya warga. Bukan hanya betapa kompaknya penguasa korupsi saja yang menjadi daya tarik negara lain terhadap negeri ini. Seharusnya kita bisa membuat negara ini terkenal karena persatuannya bukan korupsinya.

Menjadi negara yang mengamalkan Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan seharusnya memiliki wakil-wakil rakyat yang dapat dipercaya bisa menyalurkan aspirasi rakyat pada pemimpin. Memiliki wakil rakyat yang duduk di pemerintahan dengan wibawa dan kejujuran tinggi hampir menjadi angan-angan rakyat belaka. Pada kenyataannya mereka yang menjadi wakil kita justru lebih mementingkan diri sendiri. Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Semua akrab dengan mereka. Namun pernahkah mereka memikirkan rakyatnya? Kemiskinan di mana-mana namun mereka ingin mobil mewah dan gaji tinggi. Rapat bolos, namun tetap ingin mendapat gaji. Itukah seorang wakil rakyat yang baik?

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah bunyi sila ke-5. Rakyat butuh yang namanya keadilan sosial. Keadilan bagi jaminan kehidupannya. Pada kenyataannya kita bisa melihat rakyat miskin makin miskin sementara yang kaya bisa hidup mewah. Kesenjangan sosial yang tinggi itu harusnya perlu mendapat sorotan bagi penguasa negara. Mengapa hal itu terjadi dan bagaimana mengatasinya harusnya sudah dianalisis sejak dulu. Namun kenyataannya masih saja sama seperti dulu.

Kalau saja negara ini bisa mengamalkan seluruh sila itu dengan benar maka yang namanya negara makmur sudah bukan lagi impian. Negara kita kaya. Saya setuju hal itu. Namun kekayaan negara ini bagaikan seorang kaya memiliki anak. Anaknya tersebut tak ingin berusaha keras karena dia tahu orang tuanya memiliki segalanya dan hartanya tidak akan habis sampai 7 turunan. Ibarat anak itu, itulah kondisi kita. Kalau bersama-sama kita bisa hidup saling menghargai, pemimpin menghargai dan mengayomi rakyatnya, sesama rakyat boleh saling menghargai keberagaman manusia, maka negara yang makmur itu akan ada di depan mata.

No comments:

Post a Comment