Pages

Friday 2 December 2011

The Boycotters


Hai, para pemenang! Saya merasa susah banget kuliah ini. Sudah belajar, kerja tugas setiap hari, kuis e tapi masih saja ada hal lain diluar kegiatan akademik. Katanya sih kuliah gak cuma kejar IP. Setuju banget ma pernyataan itu. Tapi apa ada jaminan lebih kalau IP bukan segalanya? Pada kenyataannya kalau cari kerja juga ujung-ujungnya IP yang dilihat. Terus harus bagaimana? Harus imbang kan? Namun kenyamanan saja belum didapat untuk bisa berekspresi lebih.
Lepas dari masalah itu, kalau soal bentak-bentak. Salah gak sih kalau para mahasiswa baru sakit hati dengan perlakuan itu? Saya masih bertanya-tanya apakah ada cara lain yang lebih membuat mahasiswa baru merasa nyaman saat di kampus sehingga mereka suka berada di kampus? Memang sudah tradisi kampus saya kalau setiap tahunnya ada bentuk pengkaderan alias senior-junior. Jujur saya masih bingung apakah hal itu legal atau ilegal. Kata Pak Rektor, 2011 sudah di sahkan diterima di kampus ini. Tapi pada kenyataannya 2011 masih belum diterima di jurusannya.




Mau diterima saja susah banget ya?



Untuk boycotters, apakah mereka bisa dibilang salah? Atau justru mereka benar? Bagi saya hal ini sangat membingungkan. Di satu sisi mereka bisa dikatakan salah karena tidak ikut "aturan" yang berlaku di jurusan. Di sisi lain, mereka bisa dibenarkan. Setiap mahasiswa masuk ke sebuah kampus tentunya ingin kuliah dengan serius. Tentu para orang tua menaruh harapan besar pada anaknya supaya kalau lulus kuliah anaknya tidak menjadi pengangguran. Kerap kali para papa-mama, ayah-ibu, atau bagaimanapun mereka dipanggil, berpesan, "kuliah yang pinter ya, Nak. Jangan main-main". Kalau sudah begini kan repot.

Belajar di kampus harusnya perlu ada suasana nyaman sehingga untuk datang ke kampus itu semangat. Kalau sudah suasananya horor, mau lihat kampus aja males. Kalau bukan karena tanggung jawab kuliah dan impertasi orang tua terhadap anaknya, pasti males banget suruh datang ke kampus. Kerap kali mahasiswa memilih belajar kelompok atau kerja tugas di area jauh dari kampusnya. Misalnya perpustakaan. Kenapa memilih tempat itu? Karena di tempat yang jauh dari jangkauan kakak kelas sehingga membuat kita nyaman saat bekerja. Kalau sudah begini, salah siapa semua ini?

Bagi saya ini bukan salah siapa-siapa. Hanya manusia ini punya karakter sendiri-sendiri. Ada yang cinta "keramaian" dan ada juga yang cinta "damai". Maksudnya, ada yang memang dengan mudahnya menerima perlakuan-perlakuan agak keras. Namun ada beberapa orang tipe-nya kalem, gak suka hal-hal seperti itu.
Seharusnya kalau tidak suka mereka akan boycott. Tapi boycotters itu belum tentu semua yang tidak menyukai perlakuan itu. Ada yang mereka tidak suka namun mereka berusaha bertahan. Boycotters adalah mereka yang berani bertindak sesuai isi hatinya. Proud of them!

Lalu apakah boycotters itu menjadi musuh mahasiswa lama? Atau mereka akan diperlakukan sama seperti yang lain bila nantinya masa-masa ini berakhir? Apakah para senior akan berkata: "Boycott the boycotters"? Sampai saat ini saya juga gak tahu. Semua itu tergantung kebaikan hati dan rasa saling menghormati dari setiap manusianya.
Semangat semuanya!

2 comments:

  1. hahaha super sekali postingannya lou!
    ditunggu artikel selanjutnya yg kaya gini lagi :D

    ReplyDelete
  2. hahaha... Frontal sebenere sg kayak gini ne.. hehe

    ReplyDelete